Menuju Era CVA: Upaya Memperluas Penciptaan Nilai di Setiap Rantai Nilai

Dalam industri kopi, penilaian nilai umumnya berfokus pada skor fisik dan rasa sebagai standar utama. Namun, sejumlah penelitian dan pengalaman pelaku industri menunjukkan bahwa atribut lain—seperti kondisi daerah asal dan metode pengolahan—juga berperan penting dalam menentukan nilai kopi. Konsumen, produsen, roaster, trader, hingga importir kerap membutuhkan informasi yang lebih beragam untuk mendukung pengambilan keputusan pembelian secara lebih menyeluruh.

 

 

Eko Purnomowidi, seorang pelaku industri kopi dari Klasik Beans, mengungkapkan bahwa pembeli internasional lebih sering mencari deskripsi profil rasa, sertifikasi, kuantitas, dan dokumen pengiriman daripada sekadar skor. Bahkan ketika skor diketahui, pembeli tetap mengaitkannya dengan atribut lain yang lebih relevan, seperti identitas perkebunan, tahun panen, informasi metode pengolahan, informasi varietas kopi, informasi keberlanjutan, dan sertifikasi.

 

Studi tentang program Cup of Excellence (CoE) selama 2004–2015 oleh Traore (1) juga menunjukkan bahwa atribut ekstrinsik, seperti reputasi negara asal, varietas kopi, dan metode pengolahan, memainkan peran penting dalam menentukan harga kopi spesialti. Meskipun skor rasa menjadi dasar penilaian, keputusan pembelian sering kali dipengaruhi oleh atribut lain, seperti metode pengolahan honey atau varietas tertentu. Studi ini menegaskan bahwa atribut ekstrinsik dapat memberikan nilai tambah yang signifikan, bahkan dalam sistem penilaian yang berbasis blind tasting.

 

Ted Fischer, dalam bukunya Making Better Coffee (2), menyoroti bahwa gelombang ketiga kopi, yang menekankan kualitas dan keaslian, sering kali tidak memberikan manfaat signifikan bagi produsen kecil. Ia menuliskan kisah petani Maya di dataran rendah Guatemala yang menghadapi tantangan dalam menciptakan nilai di luar cita rasa dan atribut fisik kopi. Saat itu, kopi dari dataran tinggi Huehuetenango, yang dikenal dengan kualitas Strictly Hard Bean (SHB), sangat diminati pasar global karena keunggulan terroir-nya. Namun, petani Maya di dataran rendah, yang tidak memiliki modal untuk berpindah lokasi, sulit bersaing dengan standar pasar Global Utara yang mengutamakan atribut material seperti ketinggian dan cita rasa tertentu.

 

Ted Fischer berpendapat bahwa selama penciptaan nilai masih terkonsentrasi, petani kecil tetap terpinggirkan karena keterbatasan alat, pengetahuan, dan akses pasar untuk mengubah atribut material maupun simbolis kopi mereka menjadi nilai ekonomi. Karena itu, penciptaan nilai di luar cita rasa dan fisik menjadi sangat penting. Produsen kecil membutuhkan pendekatan yang lebih inklusif, di mana atribut simbolis seperti cerita asal-usul, metode pengolahan tradisional, atau upaya keberlanjutan dapat dihargai.

 

Paradigma ini yang kemudian mendorong SCA selain mengeluarkan formulir deskriptif dan afektif, juga mengintegrasikan perangkat ekstrinsik ke dalam CVA, yang diharapkan membuka peluang penciptaan nilai lebih luas di setiap rantai nilai kopi. CVA memungkinkan katalogisasi atribut ekstrinsik secara lebih rinci yang menarik perhatian pasar yang lebih luas. Informasi seperti varietas kopi, metode pengolahan, dan upaya keberlanjutan dapat diintegrasikan sejak awal dalam formulir penilaian. Sementara pada protokol SCA 2004, tidak ada ruang untuk mengkatalogisasi atribut-atribut ekstrinsik kopi secara lebih rinci. Catatan non- sensori mungkin hanya menjadi catatan pinggir (margins), bukan pada bagian utama formulir, sehingga cupper cenderung fokus hanya pada skor dan rasa kopi.

 

Dengan hadirnya formulir ekstrinsik, konsumen diharapkan bisa memahami konteks rasa yang mereka sukai, juga menjadi peluang bagi produsen kecil tetap relevan dan kompetitif dengan cara budidaya, pemrosesan mereka, serta menemukan konsumen yang sesuai, yang membutuhkan konteks keseluruhan.

 

 

Saat artikel ini ditulis, formulir ekstrinsik masih dalam tahap beta (4), dan akan didukung dengan platform digital di mana atribut ekstrinsik akan dapat dikelola sebagai basis data yang memudahkan analisis dan penelusuran. Hal ini sejalan dengan SCA Coffee System Map 2020, yang memetakan seluruh ekosistem rantai nilai kopi specialty, dari budidaya hingga penyajian, sehingga CVA dapat menjadi alat untuk meningkatkan transparansi di seluruh rantai pasok.

 

Nilai setiap atribut kopi sangat dipengaruhi oleh perubahan paradigma dalam preferensi pasar dan inovasi industri. Standar kualitas pun dapat berubah di masa depan. Apa yang dianggap bernilai hari ini, mungkin akan bergeser dalam beberapa tahun ke depan, di mana atribut-atribut baru dapat muncul dan menjadi tolok ukur kualitas yang relevan.

 

Dalam konteks ini, sistem CVA dirancang agar penilaian kopi dapat terus beradaptasi dengan perubahan di industri. CVA membuka era baru dalam penilaian kopi, di mana penciptaan nilai tidak lagi bergantung pada skor rasa semata. Kehadiran perangkat intrinsik dan ekstrinsik memungkinkan semua pelaku dalam rantai nilai kopi, dari petani hingga konsumen, untuk berkontribusi dalam menciptakan nilai. Transformasi ini diharapkan tidak hanya memberikan informasi yang lebih kaya dan transparan bagi konsumen, tetapi juga membuka peluang bagi produsen kecil dan baru untuk menciptakan nilai dari berbagai aspek yang mungkin sebelumnya terabaikan.

 

Sumber Pustaka

1. Traore, M., Togo, What Explains Specialty Coffee Quality Scores and Prices : A Case Study From The Cup of Excellence Program, 2018

2. Fischer, F., Edward., Making Better Coffee, 2022

3. Fischer, F., Edward., Quality and Inequality, Socio-Economic Review, 2019

4. Specialty Coffee Association, “Evolving the Extrinsic Assessment: Literature Review, Survey Results, and Beta Proposal (April 2024)”, 2024

Narasumber

1. Eko Purnomowidi, Founder Klasik Beans Cooperative Contributor :

BCE | Ratna Yuriasari

Brand Strategist, Coffee writer in BCE and Drink Deep Substack Page.

Ratna.yuriasari@gmail.com