Menuju Era CVA : Mengapa Protokol Lama Tidak Lagi Cukup?
Empat tahun lalu, SCA memulai riset dan pengembangan protokol penilaian kopi baru untuk mengantisipasi kebutuhan industri kopi yang terus berkembang. Hasil evaluasi SCA terhadap protokol cupping SCA 2004 menunjukkan bahwa meskipun telah digunakan selama puluhan tahun, protokol lama ini semakin dirasa tidak relevan dengan dinamika inovasi dalam produksi dan konsumsi kopi saat ini. Didorong oleh perubahan paradigma dalam industri kopi, SCA memperkenalkan Coffee Value Assessment (CVA). Sistem ini disebut sebagai sistem penilaian kopi yang high definition, karena dirancang untuk mengevaluasi kopi dari berbagai aspek, baik intrinsik maupun ekstrinsik. Penilaian intrinsik melibatkan tiga perangkat formulir physical, sensory descriptive, dan affective, sementara penilaian ekstrinsik hanya satu formulir.
Perubahan dalam protokol penilaian kopi bukanlah hal yang terjadi sekali saja, melainkan bagian dari evolusi panjang dalam sejarah perdagangan kopi. Pada abad ke-19, kualitas kopi awalnya dinilai berdasarkan atribut fisik seperti ukuran biji, warna, dan keseragaman. Standar ini muncul untuk memenuhi kebutuhan perdagangan di masa itu, di mana biji kopi yang tidak sesuai standar sering dianggap inferior. Namun, perkembangan terus berlanjut ke penilaian cita rasa,yang diperkenalkan oleh Clarence E. Bickford (2). Penilaian cita rasa ini membuka peluang bagi biji kopi berukuran kecil untuk turut diperhitungkan karena ternyata memiliki cita rasa unggul.
Selanjutnya pengujian cita rasa ini dikembangkan untuk mengakomodasi berbagai origin spesialti yang dilengkapi dengan handbook, protokol, flavor wheel, dan formulir cupping yang dirilis dari 1997 hingga 2016. Namun protokol dan perangkat penilaian kopi ini secara tidak sengaja mendorong pelaku lebih fokus pada skor numerik tunggal untuk mengartikulasi kualitas. Protokol cupping SCA 2004 juga sebenarnya masih mendasarkan penilaian pada konsep kemurnian seperti proses washed dan karakteristik terroir dari ketinggian tanam, sehingga metode pengolahan berbeda atau yang berasal dari ketinggian rendah seringkali kurang mendapatkan penilaian lebih baik (3).
Seiring berkembangnya industri, cara pandang terhadap produksi dan konsumsi kopi terus berubah. Dalam hal produksi, kopi kini semakin dihargai karena keunikan profil rasanya yang dihasilkan dari berbagai inovasi pengolahan, mirip dengan bagaimana bir dan wine mengistimewakan proses produksinya.
Sementara itu, dari sisi konsumsi, kopi telah menjadi minuman yang menawarkan pengalaman beragam. Hal ini didorong oleh pertumbuhan pasar kopi specialty yang semakin beragam, mencakup penikmat kopi klasik, pelanggan gerai kopi premium dengan tambahan rasa, hingga penggemar kopi “third wave” yang selalu mencari pengalaman unik dari berbagai metode pengolahan. Perubahan paradigma ini mendorong SCA mengkaji ulang relevansi protokol lama yang telah lebih dari dua dekade tidak mengalami pembaruan, termasuk memperbarui definisi Specialty Coffee.
Kopi specialty adalah kopi atau pengalaman minum kopi yang diakui karena atributnya yang khas, dan karena atribut tersebut, memiliki nilai tambah yang signifikan di pasar.
Definisi baru ini dibuat karena sebelumnya terdapat banyak interpretasi terkait definisi kopi specialty. Ada yang mendefinisikan kopi specialty sebagai kopi dengan 0 cacat kategori 1 dan maksimal lima cacat kategori 2, sementara lainnya mengaitkannya dengan skor di atas 80 poin, ada juga yang menyebutkan kopi yang diolah dengan proses yang unik, atau kopi yang masuk kategori “fancy”. Interpretasi-interpretasi ini muncul karena definisi specialty coffee yang lama hanya mengacu pada “biji kopi berkualitas tinggi”, sementara kata “kualitas” di sini bermakna luas dan tidak memiliki ukuran yang jelas (3).
Untuk mengatasi hal ini, SCA mengembangkan pendekatan baru yang dapat lebih terukur, yaitu memanfaatkan elemen atribut yang khas (distinctive) pada kopi untuk mengevaluasi kualitas kopi. Atribut-atribut ini mencakup elemen intrinsik seperti bentuk fisik, ukuran, skor, dan deskripsi profil rasa, serta elemen ekstrinsik seperti asal perkebunan, pengolahan, sertifikasi, kelengkapan persyaratan dagang, penjenamaan, dan atribut-atribut lainnya tentang kopi tersebut.
Evolusi ini menunjukkan bagaimana standar dan protokol penilaian kopi pada akhirnya perlu terus beradaptasi dengan kebutuhan zaman. Protokol lama mungkin sudah terbukti efektif di masa lalu, namun berkembangnya inovasi pengolahan dan preferensi konsumen di pasar kopi global perlu direspon dengan sistem yang menurut Cyntia Ludviksen, COO SCA, dapat mendistribusikan ekuitas nilai yang lebih merata di semua rantai nilai, di mana setiap pelaku dan konsumen bisa sama-sama menemukan dan menciptakan “value” dari beragam kopi.
Sumber Pustaka
1. Specialty Coffee Association. A System to Assess Coffee Value:
Understanding the SCA’s Coffee Value Assessment (June 2024).
2. Schoenholt, Donald N. “The Man Who Discovered Central America.” The Free Library, 1 November 1993. https://www.thefreelibrary.com/The man who discovered Central America.-a014608186.
3. Specialty Coffee Association. Towards a Definition of Specialty Coffee: Building an Understanding Based on Attributes, An SCA White Paper, 2021.
Narasumber :
1. Kim Elene Ionescu, Board of SCA, Chief Sustainability & Knowledge Development Officer Specialty Coffee Association
2. Cyntia Ludviksen, COO Specialty Coffee Association Contributor :
BCE | Ratna Yuriasari
Brand Strategist, Coffee writer in BCE and Drink Deep Substack Page.
Ratna.yuriasari@gmail.com