Reportase – #PameranPamerin,Kolaborasi Komunitas Kopi GelarPublic Cupping dan PameranKopi Musim 2023 Klasik Beans

Bermula dari mengunjungi salah satu shelter Klasik Beans Cooperative di Puntang, Firman Gustiana dari Collective Cupping menemukan banyak catatan penting yang sangat menarik untuk diceritakan ke publik. Bersamaan dengan selesainya masa pasca panen kopi di Klasik Beans Cooperative, sebuah ide muncul di momen yang pas untuk mengadakan kegiatan public cupping koleksi kopi musim 2023 Klasik Beans sekaligus memamerkan catatan-catatan penting yang didapat semasa berkunjung ke shelter. Bekerja sama dengan Beres Kerja, konsep #PameranPamerin pun muncul menandai pertengahan tahun ini dengan menggagas tema “Menghirup Jejak Kopi dalam Bingkai dan Catatan”

Sederhananya, saya membayangkan jika “PameranPamerin” ini bisa memberi gambaran secara visual dari mana secangkir kopi yang kita cicipi itu berasal. Berbagai varian, proses dan daerah asal dari secangkir kopi tersebut jika dihadirkan dalam bentuk visual, bisa menjadi jalan pembuka untuk memunculkan hasrat imaji ketika menghirup dan menyeruput secangkir kopi. – Firman Gustiana

#PameranPamerin ini juga diharapkan terutama untuk menggunggah keingintahuan para penikmat kopi awam dan pelaku kopi untuk melacak kembali jejak-jejak kopi berasal. Menurut Firman, dengan konsep ini, ia ingin membuka perspektif tentang kopi

lebih luas, melampaui bentuknya dari sekedar komoditas minuman. Kopi bagi Collective Cupping memiliki hubungan interkoneksi terhadap alam sekitar, sejarah, seni dan budaya yang menawarkan “perjalanan panjang penuh pengalaman”, sesuai dengan salah satu catatan Klasik Beans yang dihadirkan dalam pameran ini.

Acara yang berlangsung selama tiga hari dari tanggal 27 hingga 30 Juli ini diadakan di Nomadic Coffee , sebuah kedai kopi yang estetik di area Sukajadi, Bandung. Pengunjung yang masuk langsung disambut dengan ruang semi outdoor yang luas di mana mereka bisa berjalan menyusuri bingkai-bingkai pameran yang telah dipasang di dinding dan menikmati public cupping di atas meja concrete yang besar di tengah ruangan. Selama acara, pengunjung bisa membeli green bean dan roasted bean kopi-kopi Musim Klasik Beans 2023.

Turut meramaikan acara #PameranPamerin, Bandung Coffee Exchange juga ikut menghadirkan sampel kopi untuk dicicipi dan diceritakan dari hasil pengolahan peserta Lucia Solis’ Fermentation Training Camp yang diadakan bulan Juni 2023 lalu.

Berikut hal-hal menarik dari public cupping yang meninggalkan jejak-jejak pengalaman.

Bingkai dan Catatan Penting di Sepanjang Dinding

Sebelum menikmati public cupping, pengunjung dapat menyusuri dinding-dinding yang menceritakan jejak-jejak perjalanan Klasik Beans Cooperative dan catatan-catatan penting tentang Kopi Konservasi, sebuah konsep yang terus diupayakan oleh Klasik Beans untuk membangun budaya keberlanjutan lingkungan di kalangan petani dan pengolah.

Klasik Beans Cooperative memiliki beberapa shelter pengolahan yang tersebar di Sumatera, Sulawesi, Jawa Barat dan Flores. Tetapi, bukan bangunan sebagai pusat penyerapan cherry dan pengolahan yang didahulukan. Jauh sebelum itu, mereka terlebih dahulu melakukan observasi mendalam ke area kebun kopi dan hutan masyarakat setempat, membuat pemetaan gunung, mata air, sungai, hutan, biodiversitas flora dan fauna, sambil membangun pola hubungan dengan masyarakat setempat baik secara sosial, ekonomi dan budaya.

Upaya ini menurut Ghian tim Agroferestry Klasik Beans, tidak berlangsung dalam waktu singkat – sekurang-kurangnya tiga hingga empat tahun untuk membuat shelter pengolahan berjalan dengan baik di tengah masyarakat petani. Selain itu, Klasik Beans juga melakukan reforestasi dengan pohon-pohon endemik hasil observasinya di kawasan hutan kopi dan meminimalisir carbon foot print dalam melakukan perjalanan ke suatu daerah.

Photo Credit @diarykopiku_bandung. Ghian dengan kaos bersketsa Kopi Konservasi.

Salah satu upaya Klasik Beans meminimalisir carbon foot print terdata dan tercatat apik.

https://www.instagram.com/p/CvXIPgvLRFk/?hl=en

Catatan-catatan penting tersebut banyak ditulis oleh Eko Purnomowidi selaku pendiri Klasik Beans yang juga aktif dalam gerakan konservasi air, Patanjala. Lembar demi lembar ditulisnya untuk memberikan edukasi dengan cara dan penyampaian yang sederhana. Upaya-upaya kopi konservasi tidak hanya terbingkai dalam catatan-catatan penting di dinding, tetapi juga terangkum dalam sebuah booklet sederhana, lengkap dengan catatan tanggal dan saldo penjualan cherry petani ke Klasik Beans. Booklet kecil ini biasanya diberikan kepada petani yang menjadi anggota koperasi Klasik beans sebagai buku pegangan.

Sketsa penting tentang tata ruang yang perlu dipahami sebelum membuka kebun dan pemukiman.

Booklet pegangan petani anggota koperasi Klasik Beans yang berisi catatan-catatan penting tentang Kopi Konservasi.

Klasik Beans ; Cita Rasa, Proses dan Budaya yang Berindentitas

Kopi-kopi Klasik Beans adalah kopi yang ditanam dan diolah dengan mempertahankan lingkungan dan budaya setempat. Cita rasa yang ditawarkan kopi musim 2023 ini hasil dari proses pasca panen yang biasa dilakukan di tahun-tahun sebelumnya, yaitu Washed Dry-Hulled (Basah-cuci Giling Kering), Wet-Hulled (Giling Basah), Natural Dry-Hulled (Cherry Jemur Giling Kering), Honey Dry-Hulled (Madu Giling Kering). Proses-proses yang kini dianggap proses biasa saja atau jadi punya tambahan label “klasik” ini, memang jadi semakin jarang dilirik di tengah maraknya proses-proses eksperimental.

Abyatar sebagai perwakilan Klasik Beans yang hadir sebagai pembicara menyampaikan concern-nya terhadap identitas cita rasa kopi Indonesia dan kaitannya dengan pengolahan kopi.

“Persepsi kita terhadap cita rasa kopi selalu berubah. Tapi sayangnya perubahan ini muncul karena mengikuti tren yang tidak akan ada habisnya, sampai kita nanti sadar kalau kita sendiri tidak pernah bisa memahami rasa kopi Indonesia itu seperti apa, sementara kita sangat memahami rasa kopi Ethiopia dari berbagai daerahnya. Mengapa kita suka mengikuti apa yang dilakukan oleh kopi-kopi di luar, seolah-olah kita sangat inferior terhadap kopi dan budaya olahan kita sendiri?”

Photo Credit @diarykopiku_bandung. Abyatar menjelaskan koleksi kopi Musim Panen 2023 Klasik Beans melalui kacamata fenomenologi.

Abyatar juga menyampaikan bahwa ia ingin mengubah cara pandang orang Indonesia terhadap kopi Indonesia dengan berpegang pada 3C, yaitu coffee, climate (iklim), culture (budaya). Menurutnya, dengan 3C ini, kita bisa mencari lagi ke-khasan kitayang tidak didapat dari meniru orang lain, yang selaras dengan iklim dan budaya setempat. Salah satu contoh yang menurutnya sangat Indonesia dan tidak ditemukan di negara lain adalah proses giling basah atau wethulled di Sumatera, seperti kopi Lintong Nihuta dan Gayo Kenawat Bener Meriah yang menjadi koleksi kopi musim Klasik Beans.

Menurut Uden Banu QC dari Klasik Beans, petani-petani Lintong sudah mengolah sendiri kopinya hingga gabah basah sejak zaman dulu. Mereka sudah tahu cara menangani buah kopi hingga jadi gabah basah yang baik dan tidak berjamur. Budaya pengolahan yang disebut dengan giling basah atau wethulled inilah yang ingin dipertahankan, sedangkan peran Klasik Beans sendiri adalah mendorong implementasi metode penyerapan cherry yang berimbang dan manajemen pengolahan yang bersih dan efisien sembari memberikan edukasi kopi konservasi.

Sebelum menyudahi perkenalan kopi musim 2023, Abyatar menutupnya dengan ungkapan yang cukup menarik. Ia percaya bahwa pelaku kopi di masa depan akan melihat origin (daerah asal) kembali, karena kini semakin banyak kopi memiliki cita rasa yang sama karena perlakuan-perlakuan yang saling meniru.

Bandung Coffee Exchange ; Konteks di Balik Proses Pengolahan Fermentation Training Camp

Ratna Yuriasari, salah satu asisten trainer saat FTC menyampaikan konteks sebelum menjelaskan setiap jenis kopi dan proses.

“Mungkin ketika kita mendengar Fermentation Training Camp, terlintas bahwa di sana kita akan belajar metode fermentasi eksperimental yang membuat rasa kopi menjadi unik dengan penggunaan yeast. Tetapi ternyata kelas ini tidak memberikan resep, malah mengembalikan kita ke hal-hal fundamental dan mengajarkan kesederhanaan tentang proses pasca panen – bagaimana mencapai konsistensi dengan fasilitas dan kondisi yang ada di lapangan.”

Photo Credit @diarykopiku_bandung. Abyatar menjelaskan koleksi kopi Musim Panen 2023 Klasik
Beans melalui kacamata fenomenologi.

Ikbal Ramdhani yang juga panitia FTC turut menambahkan bahwa yang terpenting dari saat memilih proses tertentu, adalah kita tahu dulu “kenapa”nya. Selama ini mungkin kita mau coba proses macam-macam tapi tidak tahu kenapa kita melakukan itu.

Photo Credit @diarykopiku_bandung. Ikbal Ramdhani, roaster koleksi kopi Musim Panen 2023 Klasik Beans untuk pameran ini, turut berbagi cerita tentang apa yang didapatkannya dalam Fermentation Training Camp.

Kemudian dijelaskan setiap kopi dan proses yang ada di Fermentation Training Camp. Citric Process dilakukan ketika pengolah mau mengetahui rasa varietas kopinyasebagai dasar cita rasa sebelum memutuskan seberapa perlu kopinya difermentasi atau diolah sedemikian rupa. Yeast Process dengan Cima atau pun Intenso dilakukan pengolah yang ingin mengejar konsistensi cita rasa, meminimalisir kompetisi mikroba dan variabel-variabel relatif lainnya. Cima dan Intenso adalah dua strain berbeda yang bisa dipilih pengolah tergantung profil rasa kopi apa yang ingin ia kejar. Dengan penjelasan ketiga proses tersebut, maka pengunjung jadi bisa mengkorelasikan cita rasa dan tujuan dari setiap prosesnya

💡 Nantikan reportase lengkap dan mendetail tentang Kopi Hasil Proses
Pengolahan Fermentation Training Camp.

Meja Cupping – Sembilan Kopi Klasik Beans dan Tiga Kopi Fermentation Training Camp

Meja concrete panjang di tengah ruangan menjadi pusat perhatian. Satu per satu kopi diseduh. Klasik Beans menyuguhkan sembilan koleksi kopi musim 2023. Dari Barat Indonesia ada Gayo Vintage Kenawat Bener Meriah Aceh, Lintong Nihuta Sumatera Utara; dari dari Jawa Barat terdapat Sunda Pitaloka bervarietas typica daerah Leuweng Ti’is, Kopi Kuning bervarietas Yellow Bourbon daerah Puntang, Aromanis daerah Ciwidey, Gulali daerah Ciwidey; dari Timur Indonesia hadir kopi Wae Rebo Flores. Bandung Coffee Exchange sendiri membawa hanya tiga jenis kopi dari keseluruhan hasil proses peserta Fermentation Training Camp, yaitu kopi Citric Process, kopi Cima Yeast Process, dan kopi Intenso Yeast Process.

Tidak sampai 45 menit, kopi di cupping bowl sudah surut. Sekitar 30 pengunjung dari kalangan barista, roaster, pengolah dan umum yang sudah mencicipi tampak mengangguk-angguk sambil menunjuk kesukaannya. Ungkapan dan diskusi kecil pun mulai keluar seputar proses pengolahan, sangrai, dan daerah asal.

“Wethulled bisa sejernih ini” sambil menunjuk-nunjuk Lintong Nihuta.

“Senang sekali seperti berjalan keliling Indonesia dan jadi tahu ada banyak rasa kopi yang berbeda-beda.” ungkap salah satu pengunjung umum.

“Kok menarik ya ini, padahal prosesnya “telanjang”, jadi ini rasa mixed variety kopi Ciwidey kemarin itu?” Seru salah satu pengunjung yang mencoba sampel Citric Process.

Ada juga yang mencoba membuat kesimpulan, “Citric Process ini bisa unik dari seberapa banyak varietas yang tercampur. Tapi kalau pake yeast, rasa dari musim ke musim bisa saja sama terus karena yang dicari kan konsistensi.”

“Baru tahu kalau ada proses praktis yang bisa dijadikan control base supaya tahu khasnya varietas kopi.” Kata Boyya, penyeduh kopi juara pertama BBRC 2023.

Apresiasi Pengunjung Slow Bar

Di penghujung acara public cupping, mereka yang belum sempat mencicipi atau yang masih penasaran dengan kopi-kopi yang dipamerkan dapat duduk dan mencoba seduhan khusus dari kopi-kopi yang dipamerkan. Nomadic Coffee memiliki ruang khusus slow bar di ujung ruangan. Ruang yang nyaman dan intim ini digunakan panitia Collective Cupping untuk menjamu pengunjung secara bergantian.

Pengunjung dapat menikmati seduhan khusus dari koleksi kopi yang dipamerkan dan mengobrol lebih
banyak tentang cerita budaya daerah asal dan proses pasca panen.

Sembilan kopi dari Klasik Beans dan tiga kopi dari Fermentation Training Camp diseduh langsung di depan pengunjung di ruangan Slow Bar Nomadic Coffee.

Kolaborasi ciamik antar komunitas kopi Collective Cupping, Bereskerja, Klasik Beans Cooperative, Nomadic Coffee ini diharapkan dapat meninggalkan jejak-jejak kopi yang tidak hanya tertempel di dinding dan sendok cupping, tapi juga menjadi cerita yang terus bergulir di kalangan para penikmat kopi Indonesia.

Tentang @CollectiveCupping

Komunitas pencicip kopi di Bandung yang menggagas semangat “melting pot” dalam aktivitas cupping. Dengan semangat ini, aktivitas mencicipi kopi menjadi wadah pertemuan bagi pelaku di hulu hingga end user tanpa memandang latar belakang dan spesifikasi keahlian personal. Harapannya, baik antar pelaku kopi hulu dan hilir serta end user bisa saling terkoneksi, saling kenal dan berdiskusi dan menambah perspektif. Pertemuan dan percakapan di atas meja cupping ini menjadi sebuah jembatan komunikasi untuk menyederhanakan kompleksitas di perkopian nusantara.

Tentang @BeresKerja

Sebuah digital content creator yang mewadahi aktivitas-aktivitas “chill” para atlit perkopian saat beres kerja mulai dari kompetisi catur, berenang, coffee trip, outing, dan keseruan-keseruan lainnya untuk menjaga hubungan dan kedekatan antar mereka.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *